Before the Storm by zemotion
Metallica by HenriKack
Lorem Ipsum

Minggu, 25 April 2010

Yang Terbaik: Dari Air Kelapa Sampai Perang Obor (Nostalgia Zaman SMA)


Situs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (ISSN 2086-5309) http://www.lipi.go.id

Kedua belas hasil penelitian sudah dipresentasikan dan dewan juri, di antaranya, Sofar Silaen dari LIPI, Gunawan W.S. dari Universitas Diponegoro, dan Ari Sudaryanto dari LIPI sudah memilih tiga yang terbaik dari masing-masing bidang. Nida'an Khofiya adalah satu di antara yang terpilih itu. Penelitian kelompoknya tentang "batu karang untuk penjernih air laut untuk bisa digunakan mandi, cuci, dan kakus" berhasil memikat juri di bidang teknik.

Dua lainnya adalah "struktur komunitas mangrove di Muara Sungai Teluk Awur" di bidang ilmu pengetahuan alam dan "keunikan tradisi perang obor sebagai tolak bala warga Desa Tegal Sambi" untuk bidang pengetahuan sosial. "Penelitian mereka akurat," kata Martahan Tambunan, instruktur sekaligus juri dari LIPI.

Sampah Karang Pemurni Air Laut

Kesulitan air bersih nelayan di Jepara ternyata menjadi santapan empuk penelitian para pelajar. Fromesa Wisnu dari SMA Taruna Magelang dan kelompoknya mencoba mencarikan solusinya. Mereka memanfaatkan batu karang yang berserakan di pantai untuk menyaring air laut menjadi air bersih sehingga bisa dipakai untuk mandi, mencuci, dan kakus (MCK).

Caranya, sebuah wadah diberi lubang di bagian atas dan bawahnya. Di atas lubang bawah, diletakkan kapas. Di atas kapas, diberi pasir pantai yang dikeringkan. Lalu di atasnya lagi diberi arang dari batok kelapa (karbon aktif) dan bubuk terumbu karang rusak. Paling atas, pecahan gerabah dari tanah.

Cara kerjanya, air laut dialirkan ke dalam bak mulai dari pecahan gerabah, yang berfungsi menyaring partikel berukuran besar dan mengikat zat-zat logam pada air laut. Setelah air melalui bubuk terumbu karang, diharapkan kandungan ion penyusun koloid air laut akan terserap (tersaring).

Sampai di arang tempurung, bau apek air laut akan distabilkan dan unsur surfaktan anionik, zat organik maupun anorganik yang bersifat racun, akan disaring. Pasir pantai kebagian fungsi sebagai penyaring partikel yang berukuran kecil. Sedangkan kapas menyaring dan membantu menjernihkan warna.

Johanes Muliana asal SMA Kristen Petra Surabaya menyatakan, air laut yang semula memiliki kandungan garam 32 persen per mil dapat diturunkan hingga nol persen per mil. "Air yang keruh berubah jernih, yang tadinya bau menyengat bisa menjadi hambar, sesuai dengan suhu lingkungan dan pH 5-9," katanya menguraikan.

Agar air laut bisa dimanfaatkan lebih jauh lagi untuk air minum, Nida'an Khofiya, anggota kelompok dari SMP LTI IGM Palembang menambahkan, perlu proses elektroforesis. "Tapi ini butuh percobaan yang memadai," ujarnya.

Tinggal Dua Jenis Mangrove di Pesisir Jepara

Mangrove di pesisir Jepara tersisa dua jenis: Rhizophora mucronata dan Excoecaria sp. Rhizophora adalah yang paling banyak, terutama di muara sungai kanal Teluk Awur. Sedangkan jenis kedua sudah sangat langka. Temuan-temuan itu dirumuskan Loly Sixteen Oramahi P., siswi SMAN 1 Pekanbaru, Riau, dan kelompoknya di bidang ilmu pengetahuan alam.

"Banyaknya mangrove Rhizophora tumbuh di muara Teluk Awur, perairan Jepara, disebabkan oleh lingkungan lumpur hitam kaya humus," kata Loly. Ia bersama sembilan rekannya berbagi tugas mengamati di sepanjang sungai Teluk Awur, mulai dari batang, tipe daun, sampai buah mangrove.

Loly mengajak kelompoknya meneliti mangrove karena jenis tumbuhan itu berfungsi melindungi pantai dari abrasi dan mempercepat akresi daratan. Selain itu, secara ekologis, hutan mangrove menyediakan nutrisi sebagai tempat pemijahan, pembesaran, dan mencari makan biota laut tertentu. "Sayang, kondisi hutan mangrove di Jepara mengalami kerusakan parah, sama dengan di tempat-tempat lainnya di Pulau Jawa," ujar Fathia Hapsari asal SMAN 28 Jakarta, rekan satu tim Loly.

Fathia memaparkan, hutan mangrove rusak hebat gara-gara ulah manusia. Data terkini menunjukkan, luas hutan mangrove di Indonesia 3,75 juta hektare tersebar di Jawa, Papua, Kalimantan Barat, Riau, dan Sumatera Selatan--menyusut dari 4,25 juta hektare pada 20 tahun lalu. "70 persennya rusak," kata Fathia mengutip data dari Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, Departemen Kehutanan.

Dalam presentasinya, Loly dan kawan-kawan meminta masyarakat bisa lebih peduli dengan hutan mangrove. Para peneliti muda itu juga berharap dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui struktur komunitas mangrove di lokasi lain.

Copet Ikut Ramaikan Perang Obor

Mereka menamakan kelompoknya Firewar. Itu karena mereka memilih mengangkat tema tradisi perang obor warga setempat untuk ditelaah. Berangkat dari studi pustaka, mereka lalu menyebar kuesioner ke warga Desa Tegal Sambi, Kabupaten Jepara, untuk mengumpulkan data aktual.

Hasilnya, kelompok yang dipimpin Achmad Faris dari SMAN 1 Jepara itu menyimpulkan bahwa tradisi tersebut masih hidup, terutama pada bulan Dzulhijjah, setiap Senin pahing malam Selasa pon. Sayang, tradisi tidak mendapat perhatian penuh pemerintah setempat.

Lewat makalah yang mereka presentasikan, memang terungkap bahwa tradisi yang mengusung hingga 300 obor itu--terbuat dari pelepah kelapa kering--masih digemari sebagai upaya menghilangkan penyakit dan menolak bala. Juga sebagai sarana hiburan karena para pemuda dewasa terlibat tanpa paksaan.

Namun, Firewar juga menemukan polemik dalam upaya pelestarian tradisi turun-temurun itu. Publikasi dari pemerintahan setempat memang sangat minim. Tapi, kalaupun dibantu menyebarluaskannya, warga khawatir adanya kasus pencopetan marak mengiringi tradisi. "Seharusnya pemerintah daerah bisa lebih peka terhadap masalah ini dengan memperketat keamanan sehingga warga tak perlu khawatir lagi," ucap Arif dan kawan-kawan.wuragil/bandelan





Sumber : Koran Tempo (6 Juli 2007)

0 komentar:

Posting Komentar